JAKARTA? Alissa Wahid, aktivis sekaligus putri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, memberikan tanggapan tegas terhadap pernyataan politikus yang menyangkal adanya perkosaan massal dalam tragedi Mei 1998. Sikap penolakan terhadap penulisan ulang buku sejarah pun menjadi sorotan utamanya.
“Kalau di lingkungan kami, minta dibatalkan saja,” ungkapan tegas Alissa saat ditanya tentang kontroversi penulisan buku sejarah dalam acara di Jakarta. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya pengakuan serta dokumentasi sejarah yang akurat.
Pentingnya Pengakuan atas Sejarah Kelam
Merespons penyangkalan yang terjadi, Alissa menyoroti ketidakpahaman sebagian pihak tentang fakta sejarah. “Sepertinya perlu piknik jauh, bersosialisasi lebih dengan orang-orang,” tuturnya, menandakan bahwa pemahaman yang terbatas dapat membentuk opini yang keliru.
Ketidaktahuan seseorang tidak menghapus fakta-fakta yang telah terjadi. “Just because you cannot see, doesn’t mean it doesn’t happen,” sebut Alissa. Ini adalah pengingat bahwa informasi yang tidak diketahui seseorang tidak dapat dibenarkan sebagai hal yang tidak benar. Hal ini penting untuk disadari agar kita tidak terjebak dalam penyederhanaan fakta sejarah.
Data dan Testimoni sebagai Bukti Historis
Dalam konteks tragedi 1998, Alissa merujuk pada sejumlah laporan resmi yang telah mengonfirmasi adanya kekerasan seksual. “Tim Gabungan Pencari Fakta dan Komnas HAM telah memverifikasi ini,” jelasnya. Ini menunjukkan bahwa informasi tersebut bukan hanya berupa opini belaka, melainkan latar belakang yang kuat dan terstruktur.
Satu poin menarik yang diungkapkan Alissa adalah pengalamannya mendengar langsung dari sang ayah, Gus Dur, yang pernah menemui korban. “Ayah saya pernah membantu korban perkosaan sebelum mereka mengambil langkah lebih jauh,” kisahnya, menambah nuansa emosional pada pernyataannya. Kesaksian ini memberikan perspektif mendalam tentang dampak tragedi tersebut, serta pentingnya mendengarkan suara-suara korban.
Alissa juga memberikan nasihat kepada Fadli Zon, agar tidak terburu-buru dalam menarik kesimpulan. “Pak Fadli Zon, jangan melakukan lompatan kesimpulan sebelum mendapatkan informasi yang lebih lengkap,” katanya. Ini menjadi pelajaran penting bagi setiap individu untuk melakukan penelusuran fakta yang mendalam sebelum menyatakan opini.