Dinas Kesehatan Maros – Dalam upaya untuk menanggulangi penyakit Tuberkulosis (TBC), Dinas Kesehatan Kabupaten Maros meluncurkan sebuah terobosan inovatif bernama “SIPAKATAU”. Strategi ini mengedepankan pendekatan berbasis budaya dengan menggandeng kolaborasi lintas sektor dan melibatkan masyarakat secara aktif.
Mengapa TBC masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan? Data dari tahun 2024 menunjukkan bahwa angka penemuan kasus baru hanya mencapai 55 persen dari target nasional, dan tingkat kesembuhan hanya sebesar 30,32 persen. Melihat kondisi ini, pendekatan baru seperti SIPAKATAU sangat diperlukan untuk mengubah stigma dan meningkatkan dukungan masyarakat terhadap penderita TBC.
Strategi SIPAKATAU dan Kearifan Lokal
SIPAKATAU, yang dalam Bahasa Bugis berarti saling menghargai, bukan hanya program tunggal tetapi sebuah gerakan kolektif. Kepala Dinas Kesehatan Maros, Muhammad Yunus, menjelaskan bahwa strategi ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif di masyarakat. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dari organisasi perangkat daerah hingga masyarakat desa, program ini menciptakan rasa kepemilikan yang lebih dalam mengenai penanganan TBC.
Ini bukan hanya tentang memberikan layanan kesehatan yang lebih baik, tetapi juga berbicara tentang membangun relasi yang lebih empatik antara masyarakat dan penderita TBC. Memahami peran kearifan lokal di dalam program ini mendatangkan keyakinan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit ini.
Membangun Kesadaran dan Edukasi Masyarakat
Bagian penting dari SIPAKATAU adalah edukasi masyarakat. Pengembangan “Pojok Sipakatau” di setiap Puskesmas berfungsi sebagai pusat informasi yang fokus pada edukasi, deteksi dini, dan konseling bagi masyarakat. Dalam hal ini, keterlibatan anak muda sebagai Duta SIPAKATAU sangatlah krusial. Mereka berperan dalam menyebarluaskan informasi melalui platform digital dan media sosial, yang tentunya bisa menjangkau lebih banyak orang.
Dalam mengatasi tantangan penanganan TBC, program ini tidak hanya mendorong partisipasi aktif masyarakat, tapi juga membangun lingkungan yang suportif sehingga pasien TBC mendapatkan penanganan yang dibutuhkan. Merubah cara pandang masyarakat terhadap penderita TBC adalah langkah krusial untuk meningkatkan tingkat kesembuhan. Dengan pendekatan yang lebih empatik dan inklusif, diharapkan peringkat angka kesembuhan bisa terus meningkat.
Di akhir, Dinas Kesehatan Maros berharap kontribusi dari semua pihak, tidak hanya dari sektor kesehatan saja, melainkan juga dari sektor pendidikan, organisasi masyarakat, dan pemerintah daerah. Ini adalah langkah bersama untuk menghapus stigma, meningkatkan angka penemuan kasus, dan memperkuat kesadaran serta dukungan terhadap pengobatan TBC di masyarakat.