Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam desakDirut baru audit menyeluruh dan beri sanksi tegas atas proyek fiktif yang rugikan negara ratusan miliar.
JAKARTA, Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terkait dugaan skandal korupsi proyek fiktif dengan total nilai mencapai Rp431 miliar. Ia menggarisbawahi bahwa tindakan ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa, melainkan sebuah perampokan yang mengincar uang rakyat secara langsung oleh salah satu anak perusahaan yang terafiliasi.
“Korupsi besar senilai Rp431 miliar ini bukan hanya merugikan negara, tetapi merupakan perampokan yang dilakukan secara terang-terangan,” tegas Mufti dalam keterangan resminya, Kamis (3/7/2025).
Kasus ini terbongkar setelah pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka terkait dugaan korupsi proyek fiktif yang terjadi pada rentang waktu 2016 hingga 2018. Dalam penggalian lebih dalam, terungkap bahwa proyek ini melibatkan beberapa anak perusahaan yang berkolaborasi dengan sembilan entitas swasta, yang ternyata hanya merupakan rekayasa untuk mengeksploitasi anggaran publik.
Tiga pejabat kunci dalam struktur organisasi telah dijadikan tersangka, termasuk:
-
August Hoth PM, yang menjabat sebagai GM Enterprise Segment Financial Management Service pada periode 2017–2020.
-
Herman Maulana, yang berfungsi sebagai Account Manager di sektor Pariwisata dan Perhotelan pada periode 2015–2017.
-
Alam Hono, yang menjabat sebagai Executive Account Manager di salah satu anak perusahaan pada periode 2016–2018.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diadakan oleh Komisi VI DPR dan Direksi, Mufti Anam menekankan kepada Direktur Utama yang baru agar penanganan kasus ini dimasukkan dalam laporan kerja 100 harinya.
“Dalam 100 hari pertama, kami ingin mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini dan langkah-langkah sanksi yang telah diambil,” ujar Mufti.
Mufti juga mengemukakan bahwa audit internal yang menyeluruh sangat mendesak untuk dilakukan, tidak hanya untuk menginvestigasi kasus-kasus sebelumnya, tetapi juga untuk mencegah kemunculan potensi korupsi di masa depan dalam struktur organisasi ini. Ia mendorong Direksi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap profil sumber daya manusia dan pejabat strategis di tubuh perusahaan.
“Perusahaan perlu memperhatikan orang-orang yang bekerja di dalamnya. Jika Direktur Utama bersih, tetapi dikelilingi oleh individu-individu yang tidak amanah, maka organisasi ini akan tetap terpuruk,” tambahnya.
Mufti juga menyinggung perkara lain yang melibatkan anak perusahaan, yang terkait dengan pengadaan server dan storage fiktif senilai Rp266 miliar. Dalam konteks ini, tiga individu telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp280 miliar, berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Mufti menekankan bahwa Komisi VI DPR RI akan terus mengawasi upaya reformasi di seluruh organisasi, guna memastikan tidak ada lagi praktik-praktik korupsi yang merusak kepercayaan publik dan perekonomian negara.
“Kami ingin komitmen dari Direksi untuk melakukan perbaikan total, karena skandal seperti ini harus menjadi yang terakhir,” pungkasnya.