JAKARTA, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali merilis laporan penting mengenai kondisi ekonomi global yang menunjukkan pemulihan yang stabil, meskipun masih ada tantangan besar terkait risiko geopolitik dan fragmentasi perdagangan internasional.
Di dalam proyeksi yang baru saja dirilis, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,0% untuk tahun 2025 dan sedikit meningkat menjadi 3,1% pada tahun 2026. Angka ini menunjukkan sedikit optimisme dibandingkan proyeksi sebelumnya yang dirilis pada bulan April. Optimisme ini didorong oleh sejumlah faktor, termasuk pelemahan dolar AS, pelonggaran kebijakan fiskal di berbagai negara besar, serta meredanya ketegangan dalam perdagangan internasional.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Asia
Dalam laporan ini, Bhutan memimpin pertumbuhan ekonomi di Asia dengan prediksi mencapai 7,0%, diikuti oleh Tajikistan dengan 6,7%, dan India 6,4% yang mengalami revisi naik sebesar 0,2 poin. Kenaikan ini didorong oleh tingginya konsumsi domestik dan peningkatan investasi di sektor teknologi.
Yang menarik perhatian adalah kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 0,8 poin menjadi 4,8%. Ini menunjukkan dampak positif dari kebijakan stimulus yang telah diterapkan, dan juga dampaknya pada negara-negara di sekitar, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri mengalami revisi proyeksi dari 4,7% menjadi 4,8%.
Risiko dan Peluang di Tengah Pertumbuhan Ekonomi
IMF mencatat bahwa perbaikan dalam proyeksi ekonomi Indonesia dipicu oleh stabilitas politik yang terjaga pasca pemilu, serta untuk sektor-sektor yang berorientasi pada hilirisasi industri berbasis mineral dan perkebunan. Pertumbuhan yang signifikan juga terjadi pada sektor digital, yang semakin berkembang pesat.
Menanggapi laporan ini, seorang peneliti sosial ekonomi menyambut baik peningkatan proyeksi tersebut sebagai pembuktian dari konsistensi dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia. Namun, dia juga menekankan bahwa pertumbuhan yang positif ini harus diimbangi dengan pemerataan hasil, terutama untuk kelompok masyarakat yang paling rentan.
Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada di kategori miskin dan hampir miskin. Pemerataan ekonomi dan investasi di sumber daya manusia menjadi kunci untuk memastikan bahwa pertumbuhan ini tidak hanya cepat tetapi juga inklusif.
Dengan melihat konteks saat ini, pemerintahan yang ada memiliki kesempatan emas untuk menjadikan Indonesia bukan hanya ekonominya kuat secara angka, tetapi juga kokoh dalam kualitas. Ada banyak faktor yang mendukung, mulai dari bonus demografi hingga ekosistem investasi yang kondusif.
Dengan tetap fokus pada perlindungan sosial dan pemberdayaan, Indonesia dapat menjadikan proyeksi pertumbuhannya tidak hanya angka semata, melainkan juga bertahan di tengah gejolak global. Laporan IMF ini hadir di tengah momen yang krusial, di mana Tiongkok sedang melakukan transisi dari ekonomi berbasis ekspor menuju konsumsi domestik, India yang agresif dalam sektor teknologi dan jasa, serta negara-negara ASEAN yang saling berlomba menarik investasi.
Dengan pertumbuhan yang diprediksi mencapai 4,8%, Indonesia masih berada di atas rata-rata negara berkembang lainnya, meskipun masih di bawah target strategis jangka menengah yang ditetapkan antara 5,5% hingga 6,0%. Hal ini menunjukkan adanya ruang untuk perbaikan lebih lanjut dan perlu upaya yang lebih besar agar Indonesia dapat mencapai target tersebut.