• Hubungi Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
Jumat, Juni 27, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Lensapublik.id
  • Home
  • News
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Ekbis
  • Home
  • News
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Ekbis
No Result
View All Result
Lensapublik.id
No Result
View All Result
Home Ekonomi

BSU 2025 Dinilai Tidak Relevan LPEM UI Bantuan Tidak Sesuai Kenaikan Biaya Hidup

BSU 2025 Dinilai Tidak Relevan LPEM UI Bantuan Tidak Sesuai Kenaikan Biaya Hidup

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyoroti efektivitas Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang kembali disalurkan pemerintah untuk periode Juni–Juli 2025. Dalam laporan terbaru bertajuk “Bantuan Subsidi Upah (BSU) Setelah Lima Tahun: Masihkah Relevan? Bagaimana Seharusnya ke Depan?”, lembaga ini menegaskan bahwa nilai BSU saat ini tak lagi mampu menjaga daya beli masyarakat, terutama pekerja berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa nominal BSU terus menurun secara nilai riil sejak pertama kali diberikan pada masa pandemi COVID-19 tahun 2020. Saat itu, penerima memperoleh Rp600 ribu per bulan selama empat bulan (total Rp2,4 juta). Kini, di tahun 2025, besarannya hanya Rp300 ribu per bulan selama dua bulan (total Rp600 ribu).

Tren Penurunan Nilai BSU

Dari sisi nilai riil, manfaat BSU menunjukkan tren penurunan yang tidak sejalan dengan kenaikan biaya hidup. Sejak 2020, inflasi secara kumulatif terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahun berjalan tercatat sebesar 1,68% pada 2020, 1,87% (2021), 5,51% (2022), 2,61% (2023), dan 1,57% (2024). Kenaikan ini menyebabkan daya beli riil masyarakat makin tergerus, terutama bagi mereka yang bergantung pada BSU sebagai penopang pengeluaran sehari-hari.

Sayangnya, pemerintah belum menerapkan mekanisme penyesuaian otomatis pada BSU, baik terhadap inflasi maupun terhadap kenaikan upah minimum. Penyesuaian yang tidak adanya ini bisa membuat penerima bantuan merasa semakin tertekan dalam menghadapi kebutuhan sehari-hari.

Variasi Biaya Hidup dan Kesejahteraan Pekerja

Lebih jauh, lembaga ini juga menyoroti bahwa skema BSU hingga saat ini diberikan dalam nominal seragam secara nasional, tanpa mempertimbangkan variasi biaya hidup antar daerah. Data menunjukkan ketimpangan ekonomi yang cukup besar antara kota-kota besar dan daerah lainnya. Misalnya, Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta pada 2025 sudah menembus lebih dari Rp5 juta per bulan, sedangkan beberapa provinsi di kawasan timur Indonesia masih memiliki UMP di kisaran Rp2,5–3 juta. Ketimpangan ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam struktur biaya hidup.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, atau Batam, tekanan biaya hidup bagi pekerja berupah rendah jauh lebih berat. Oleh karena itu, nominal bantuan yang seragam memiliki dampak riil yang jauh lebih kecil dibandingkan di daerah dengan biaya hidup lebih rendah. Hal ini menyisakan banyak tantangan bagi para pekerja yang harus memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan penghasilan yang terbatas.

Lembaga ini mengusulkan agar ke depan, BSU diberikan dengan skema yang lebih adaptif terhadap kondisi regional. Beberapa opsi yang diajukan antara lain skema berbasis zonasi biaya hidup, dengan merujuk pada Indeks Kemahalan Hidup (IKH) atau Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dari BPS. Selain itu, penyesuaian berdasarkan persentase UMP atau UMK juga dapat dilakukan untuk memungkinkan nilai bantuan berubah secara otomatis mengikuti dinamika upah minimum di masing-masing daerah.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan keadilan antarwilayah, tetapi juga memperkuat efektivitas BSU sebagai instrumen perlindungan sosial yang responsif terhadap kondisi ekonomi lokal. Dalam masa transisi dari pandemi ke kondisi ekonomi yang lebih stabil, BSU tetap memiliki peran penting. Namun, ada catatan mendesak untuk perbaikan dalam desain dan pelaksanaannya agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan.

Tanpa adanya reformasi skema, termasuk penyesuaian terhadap biaya hidup dan inflasi, BSU dikhawatirkan justru akan menjadi beban fiskal yang tidak berdampak optimal terhadap kesejahteraan penerima. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk merespons dinamika ekonomi dan sosial demi peningkatan kualitas hidup masyarakat, terutama bagi mereka yang paling rentan.

Previous Post

Pelatihan Coretax untuk Mendorong UMKM Melek Pajak Digital di Makassar

Next Post

Prabowo Umumkan PP Justice Collaborator Tersangka dan Terdakwa Dapat Keringanan Hukuman

Kategori

  • Ekbis
  • Ekonomi
  • Nasional
  • News
  • Pendidikan

Recommended

Perkuat Literasi, Dorong Media Sebagai Penggerak Ekonomi Syariah Nasional

133 Santriwati SPIDI Maros Diwisuda, 36 Hafal 30 Juz Al-Qur’an dan Raih 400 Prestasi

MK Wajibkan Pemerintah Gratiskan Pendidikan SD dan SMP Termasuk Sekolah Swasta

MK Wajibkan Pemerintah Gratiskan Pendidikan SD dan SMP Termasuk Sekolah Swasta

Sidebar

Lensapublik.id

© 2025 www.lensapublik.id – Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.

Navigate Site

  • Hubungi Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Ekbis

© 2025 www.lensapublik.id – Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In