JAKARTA, Proyek pengecoran Jalan Mandala Bahari sepanjang 500 meter di kawasan Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, mengalami kerusakan serius setelah terendam banjir rob sebelum semennya sempat mengering. Akibatnya, akses warga dan kendaraan, terutama truk pengangkut hasil laut, terhambat sejak Minggu (22/6/2025).
Pantauan menunjukkan bahwa banjir rob menyebabkan permukaan jalan menjadi basah, licin, dan sulit dilalui. Padahal, jalan tersebut tengah ditinggikan sebagai bagian dari program peningkatan akses pelabuhan. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah perencanaan proyek tersebut sudah mempertimbangkan dampak cuaca ekstrem yang sering melanda kawasan pesisir ini?
Kualitas Pengerjaan dan Dampak terhadap Warga
Proyek pengecoran yang sudah berjalan sekitar satu bulan itu kini menjadi sorotan publik. Menurut beberapa warga, kualitas pengerjaan tidak maksimal, karena pengecoran dilakukan tanpa mempertimbangkan potensi banjir rob yang kerap terjadi di kawasan tersebut. Kejadian ini mengindikasikan bahwa ada masalah mendasar dalam manajemen proyek, khususnya dalam hal analisis risiko yang seharusnya dilakukan.
Beberapa pakar infrastruktur menilai bahwa proyek seperti ini seharusnya tak hanya fokus pada pengadaan material dan pelaksanaan pengerjaan, tetapi juga perlu ada penelitian mendalam tentang kondisi geografis dan meteorologis setempat. Dengan meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, penting bagi setiap proyek infrastruktur untuk memiliki rencana mitigasi yang solid. Ini tidak hanya untuk keamanan pengguna jalan, tetapi juga untuk memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan tidak terbuang sia-sia akibat kerusakan yang dapat diprediksi.
Evaluasi Proyek dan Rencana Ke Depan
Menanggapi situasi ini, seorang anggota DPR meminta pemerintah daerah serta pengelola proyek segera melakukan evaluasi teknis secara menyeluruh. Ini adalah langkah yang diperlukan, bukan hanya untuk memperbaiki kerusakan saat ini, tetapi juga untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan. Koordinasi lintas instansi, termasuk Dinas Bina Marga dan BMKG, juga sangat penting dalam proses ini.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur yang tidak hanya bertahan dalam kondisi normal, tetapi juga mampu menahan tekanan dari bencana alam yang mungkin terjadi. Ini termasuk dukungan terhadap pembangunan Giant Sea Wall yang dirancang untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan melindungi kawasan pesisir Jakarta. Menurut pandangannya, pembangunan infrastruktur tangguh seperti ini merupakan investasi jangka panjang yang sangat penting untuk keberlanjutan komunitas pesisir.
Hingga kini, jalan yang rusak masih ditutup sementara oleh petugas. Namun, pantauan di lapangan menunjukkan sejumlah pengendara tetap nekat melintasi jalur yang licin, sehingga memperparah kerusakan. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran masyarakat akan ancaman yang ada, dan perlunya sosialisasi yang lebih intensif mengenai mengikuti rambu penutupan demi keselamatan bersama.
Patuh terhadap arahan dan rambu penutupan juga merupakan bagian integral dalam menjaga keamanan dan kelancaran proses perbaikan infrastruktur. Masyarakat perlu memahami bahwa kerusakan jalan bukan hanya merugikan pengguna jalan, tetapi juga berdampak pada biaya pemeliharaan yang perlu dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan kerjasama antara pengelola proyek, instansi pemerintahan, dan masyarakat, diharapkan masalah ini dapat teratasi dengan lebih efektif.