DJKI Tegaskan: Langganan Streaming Bukan Lisensi Komersial, Pelaku Usaha Wajib Bayar Royalti ke LMKN
JAKARTA, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak cipta. Hal ini menjadi penting meskipun pelaku usaha tersebut telah berlangganan sejumlah layanan streaming yang populer.
Menurut Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, penggunaan musik dari layanan streaming secara umum bersifat personal. Ketika musik ini digunakan untuk tujuan komersial, pelaku usaha diwajibkan untuk mendapatkan lisensi tambahan agar operasional mereka dapat berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Agung dalam keterangan resmi.
Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai dengan Undang-Undang tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Royalti Musik. LMKN berperan penting dalam menghimpun serta menyalurkan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait, menjamin transparansi dan kemudahan bagi pelaku usaha.
Dirinya menegaskan bahwa meskipun berlangganan layanan streaming, izin yang diberikan hanya mencakup penggunaan pribadi. Untuk memutar musik di ruang usaha atau area publik, dibutuhkan izin komersial yang terpisah agar tidak melanggar hukum.
Pelaku usaha yang menggunakan musik tanpa izin dapat menghadapi sanksi hukum. Ini terutama terkait dengan hak pertunjukan yang merupakan pelanggaran hak ekonomi pencipta dan dapat membawa dampak negatif pada reputasi bisnis.
DJKI juga mengumumkan bahwa untuk pelaku usaha kecil, ada mekanisme keringanan hingga pembebasan tarif royalti. Penyesuaian tarif dilaksanakan berdasarkan ukuran tempat usaha dan intensitas penggunaan musik, memberi kesempatan bagi UMKM untuk beroperasi dengan lebih mudah.
“Kami mengimbau UMKM untuk mengajukan permohonan keringanan secara resmi agar tetap terlindungi secara hukum dan turut mendukung musisi lokal yang menjadi bagian dari ekosistem kreatif,” ujar Agung.
Namun, penting untuk berhati-hati saat memilih musik untuk keperluan bisnis. Sering kali, lagu-lagu yang mengklaim bebas hak cipta tetap berada di bawah perlindungan hukum. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk menggunakan musik yang telah jelas status hak cipta-nya.
Sebagai alternatif, DJKI merekomendasikan penggunaan musik bebas lisensi, lagu berlisensi Creative Commons, atau menjalin kerja sama dengan musisi independen yang siap memberi izin penggunaan lagu mereka.
Isu royalti musik kembali menjadi sorotan setelah adanya kasus pelanggaran hak cipta di salah satu gerai yang diduga memutar musik tanpa izin. Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mematuhi ketentuan hukum seputar hak cipta dan royalti.
“Musik adalah bagian dari identitas budaya. Ketika pelaku usaha tidak menghargai pencipta lagu, yang dirugikan bukan hanya artisnya, tetapi juga seluruh ekosistem kreatif nasional yang terus berusaha berkembang,” tegas Agung.
Penting untuk diingat bahwa perlindungan hak cipta adalah kewajiban hukum dan bentuk penghormatan terhadap karya seni. Pemutaran musik yang sah tidak hanya terasa nyaman bagi konsumen, tetapi juga mendukung keberlanjutan industri kreatif yang lebih luas.
“Dengan memperhatikan aspek ini, pemutaran musik yang sesuai akan memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pelanggan dan membantu mempertahankan ekosistem kreatif yang sehat,” tutupnya.