JAKARTA, Rencana pelarangan layanan satelit di Indonesia oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang mendapat perhatian serius. Anggota Komisi I DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah, menilai kebijakan tersebut tidak seharusnya diambil secara sepihak tanpa mempertimbangkan kondisi akses internet, terutama di daerah yang tergolong 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Politikus dari partai yang mengusung kepentingan rakyat itu menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dalam menghadapi perkembangan teknologi. Kehadiran layanan satelit ini, menurutnya, memberikan solusi kepada masalah konektivitas nasional, khususnya di daerah-daerah yang selama ini terabaikan dari infrastruktur telekomunikasi konvensional.
Kepentingan Solusi di Daerah 3T
Dengan layanan yang menawarkan akses internet meski di lokasi-lokasi sulit dijangkau, ini menjadi harapan baru bagi masyarakat yang tinggal di kawasan terpencil. Menurut Sarifah, bahkan daerah sekitar Ibu Kota pun masih terdapat wilayah yang tidak terlayani dengan baik. Ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam pemerataan akses internet di seluruh negeri.
Dia mengemukakan bahwa layanan satelit hadir untuk mengatasi masalah blank spot di banyak daerah. Sarifah mempertanyakan kebijakan pemerintah yang melarang penggunaannya, terutama di kendaraan, tanpa adanya alternatif yang memadai. “Jika pelarangan memang harus dilakukan, seharusnya kebijakan tersebut diberlakukan sejak awal layanan ini diperkenalkan,” tegasnya. Dia berharap agar pemerintah tidak menyulitkan masyarakat yang membutuhkan akses internet, tanpa menyediakan solusi lebih baik dari itu.
Strategi untuk Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Digital
Lebih lanjut, Sarifah menjelaskan, meskipun layanan ini belum sepenuhnya terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, keberadaannya sangat vital bagi mereka yang berada di daerah 3T. Pengusaha, profesional, dan masyarakat yang bekerja di daerah terpencil memerlukan akses komunikasi yang stabil untuk beraktivitas. Pelarangan justru bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesempatan bagi mereka.
“Bayangkan saja, di daerah-daerah yang hanya bisa diakses dengan perjalanan darat atau laut berhari-hari; tanpa koneksi internet, bagaimana mereka mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan kegiatan ekonomi digital?” tambahnya. Untuk itu, dia mendesak agar pemerintah perlu fokus pada penyediaan regulasi yang jelas, serta solusi konkret untuk daerah yang mengalami blank spot.
Saat ini, fokus perlu dialihkan dari sekadar pelarangan kepada upaya untuk menciptakan opsi yang lebih baik bagi masyarakat. Selama belum ada alternatif yang dapat diandalkan, proyeksi pelarangan ini berpotensi menjadi kontraproduktif. Sarifah menekankan bahwa pemerataan akses internet harus dicapai melalui sinergi antara berbagai teknologi yang ada, termasuk satelit, fiber optik, dan jaringan seluler.
Dia juga mencatat pentingnya transparansi dalam pembuatan kebijakan terkait penggunaan layanan satelit, termasuk pertimbangan keamanan dan efek sosial yang mungkin ditimbulkan. “Regulasi yang ada harus tegas. Jika layanan ini diizinkan dengan syarat, maka syarat tersebut harus ditegakkan,” ujarnya. Jika tidak, harus ada alternatif nyata yang siap menggantikan keberadaan layanan tersebut.
Sebagai anggota Komisi I DPR RI, Sarifah berjanji akan terus memantau kebijakan-kebijakan di bidang telekomunikasi dan digital untuk memastikan tidak ada keputusan yang menghambat inovasi, terutama yang berdampak negatif bagi masyarakat di daerah terpencil. “Kami akan menggali lebih dalam dialog antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mencari solusi yang terbaik, agar teknologi menjadi alat untuk pemerataan, bukan justru memperlebar kesenjangan yang ada,” tutupnya.